Beberapa detik selanjutnya aku baru sadar ada yang menempel
dibibirku dan satu detik kemudian aku menyadarinya. Aku tidak meresponnya sama
sekali. Aku terlalu kaget. Perasaan ku jauh lebih kaget ketika sesuatu bergerak
dibibirku. Hmmmm, begitu basah dan sedikit manis. Kucoba untuk ikut
merasakannya. Mmmm, it taste... sweet!
“hyunggg... apa kau disana ?” aku mendengar suara seorang pria
dari ujung sana. Aku dan oppa tersentak kaget dan menghentikan apa yang sedang
kami lakukan dan menatap siapa itu yang datang.
Untuk waktu yang kurasa begitu lama, ruangan ini begitu
hening dan dingin.
“kauu... hyuk jae... aku melihatnya” terdengar suara serak
darinya dan bulir airmata menghiasi wajahnya.
“lee dong hae ! itu tidak seperti apa yang kau lihat !”
teriak oppa ku mengejar pria itu. Aku hanya bisa duduk ditempatku dan melongo.
Ada apa sebenarnya dengan mereka berdua ? setelah kurasa ia tidak berhasil
mengejar pria itu, ia kembali padaku dan terduduk disampingku sedih.
“oppa , ada apa ? apakah aku salah ?” tanyaku yang tak tahu
menahu. Ia hanya menggeleng pelan.
“kau tidak salah. Aku yang salah. Maafkan aku ........”
katanya
“lee dong hae” sambungnya, kata yang ia ucapkan begitu pelan
sehingga aku hanya bisa mendengarnya samar.
**
Lee Hyuk Jae’s pov
“lee dong hae !!!!” teriakku dengan sekencang kencangnya
didepan rumahnya. Aku tahu ini kesalahanku dan demi donghaeku, apapun itu akan
kulakukan demi kebaikannya. Aku menyayanginya demi dari apapun , dan asal ia
tahu saja, aku tidak akan merebut apapun yang patut untuk menjadi miliknya.
Tidak ada respon sama sekali. Kucoba berteriak berulang
kali.
Lee Dong Hae’s pov
Aku melihatnya dari balkon rumahku. Tidak ada niat sama
sekali dalam diriku untuk menemuinya. Aku membencinya. Oh tidak, aku tidak
pernah bisa membencinya dan itulah yang aku benci! Ia hyung-ku yang paling aku
sayangi.
From : lee hyuk jae
Tolong buka pintunya. Aku akan menjelaskan sepenuhnya! Jangan
menghindar dariku, jebal...
Sebuah pesan yang masuk keponselku. Aku hanya menatapnya
datar. Menatapnya, menatap pesan darinya, membuat hatiku benar2 perih karena
mengingat kejadian kemarin. Aku pun menghela nafas, tidak tahu apa yang harus
kulakukan. Entah mengapa, otakku mengarahkan saraf bagian kakiku untuk turun
menuruni tangga dan tanganku membuka pintu rumahku. Aku seolah tidak tahu apa2
karena ini adalah kerjaan otakku dan sayangnya kini aku sedang tidak berkoneksi dengan otakku, hingga aku hanya menatapnya datar. Aku pun masuk
terlebih dulu keruang tamu dan ia menyusul.
“donghae, yang kau lihat kemarin sama sekali tidak seperti
apa yang kau pikirkan. Tolong, percaya padaku. Aku tidak sadar telah
menciumnya. Aku bersumpah, aku tidak bermaksud apapun, apalagi sampai
merebutnya darimu” jelasnya terdengar samar ditelingaku, aku masih bergeming tidak
menunjukkan reaksi apapun.
“percayalah padaku, aku sudah membuat rencana agar kau bisa
mendapatkannya. Ia hanya dongsaengku dan selamanya hanya akan seperti itu.
Tidak akan berubah. Hanya kau yang pantas menjadi kekasihnya. Kalaupun kau
mau, aku bisa melepaskannya dan menyerahkan sepenuhnya untukmu” jelasnya lagi membuatku merasa geram. Kukepal
kedua tanganku menahan emosi yang memuncak dan mungkin sebentar lagi akan
meledak.
“donghae-ahh” panggilnya.
“kalau kau memang menginginkannya, ambillah. Biarkan aku
yang mengalah” kataku lemah.
“tidaaak Lee Dong Hae ! ia hanya milikmu”
“KALAU KAU MEMBERIKANNYA UNTUKKU, MENGAPA KAU MENYENTUHNYA
?! HAA ?! JAWAB LEE HYUK JAE ! APA KAU TAHU ITU MEMBUATKU BEGITU SAKIT ? AKU
TELAH BERSABAR MENUNGGU HANYA UNTUK MENDAPATKANNYA, NAMUN KAU DENGAN MUDAHNYA
MENYENTUHNYA! APA KAU BISA MERASAKAN APA YANG KURASAKAN LEE HYUK JAE ?!!”
marahku padanya sambil meremas kasar kerah bajunya dan sedikit manariknya. Kini marahku
memuncak dan tak ada lagi yang bisa menghalangiku untuk berbuat apapun.
Kulemparkan sebuah tonjokkan pada pipinya. Aku tahu itu tidak akan bisa
membuatnya merasakan sesakit apa yang kurasakan, namun itu bisa membuatku lebih
baik. Ia tak bereaksi apapun. Beberapa kali aku menghajarnya, ia tak bergerak
sedikitpun. Hingga aku tersadar dan berdiri menatapnya kejam.
“kalau itu bisa membuatmu lebih baik, lakukanlah. Aku akan
dengan senang hati menerimanya” katanya. Nafasku ngos-ngosan dan tak teratur.
Antara emosi dan kesal semua bercampur menjadi satu dan eunhyuk pantaas menerimanya.
Hingga aku kembali menghela nafas dan aku sadar apa yang barusan aku lakukan. Aku menariknya
bangun dan merapikan bajunya dan kemudian aku menghempaskan tubuhku keatas
sofa. Aku sama sekali tak ingin menatapnya. Kurasa sudah cukup. Untuk beberapa
saat kami pun hanya terdiam. Larut didalam kekakuan dan keheningan ruangan.
“kau bisa memegang janjiku. Aku akan membantu mu
mendapatkannya.” Katanya segera pergi.
Aku bahkan menghiraukannya. Sama sekali tak peduli dengan apa yang
dikatakan, kurasa apa yang kulihat kemarin sudah cukup. Sudah cukup untuk
menjelaskan bahwa ia juga menginginkan yeoja yang kucintai. Hal itu membuatku
begitu marah padanya dan tak ingin bertemunya untuk jangka waktu yang lama.
**
“oppa, mana lee donghae oppa ? mengapa aku jadi jarang melihat
kalian bertemu ?” tanya Sang Rim dengan nada sedikit khawatir. mungkin bukan
sedikit, tapi ia emamng khawatir dengan kedua namja pabbo itu. Mengingat apa
yang ia lakukan tempo hari bersama eunhyuk.
Eunhyuk hanya menggeleng pelan. Sang Rim tambah merasa bersalah.
Ia menundukkan kepalanya dan menghela nafas pelan. nafasnya didengar oleh eunhyuk
dan eunhyuk segera membelai rambutnya pelan.
“ini bukan salahmu. Jangan khawatir. semuanya baik baik
saja” ucap eunhyuk kemudian memeluk Sang Rim erat.
“oppa..” panggilnya
“hmm ?”
Eunhyuk masih dalam keadaan memeluk Sang Rim. Tak ingin
melepaskan dekapannya. Ia merasa nyaman memeluk Sang Rim dalam keadaan seperti
ini. Ia merasa Sang Rim dapat menenangkannya bahkan didalam keadaan serumit
apapun.
Lee Hyuk Jae’s pov
Aku suka memeluknya. Memeluk bukan karena dasar perasaan
cinta. Namun perasaan sayang pada dongsaengku ini. Aku memang tak salah memilih
dongsaeng angkat. Ia begitu baik dan nyaman dipeluk. Dulu sebelum aku bertemu
dengannya, donghae lah yang selalu kupeluk. Namun sekarang berbeda. Huffttt...
mengingat donghae membuat kepalaku pening. Aku masih berhutang janji padanya.
Dan aku harus memenuhi itu bagaimana pun caranya. Membawa yeoja yang sedang
kupeluk ini kepada donghae. Mempercayainya untuk menjaga dongsaeng manisku ini.
“apa besok bisa ke pusat taman kota pukul 8 malam?” tanya
nya. Ia mendongak sedikit untuk melihatku. Aku masih memejamkan mata menikmati
rambutnya yang ku elus dengan lembut.
“bisa. Ada apa ?” tanyaku padanya. Tak ada lagi suara yang
terdengar. Kurasa ia tidak menjawab pertanyaanku. Baiklah, tidak apa apa. Lihat
saja besok.
**
Tepat pukul 8 malam dan aku sekarang berada di taman pusat
kota.
Aku sedikit bingung dengannya, apa yang ingin ia lakukan
disini ? apalagi ini sudah malam dan sudah tidak banyak orang lagi. Namun ia
malah mengajakku kesini. Aku duduk dibangku taman menunggunya. Namun ia tak
kunjung datang. Satu demi satu orang orang mulai pergi meninggalkan taman. Aku
refleks menoleh mendengar teriakan dari belakang.
“oppa...”
Aku hanya bia melongo menatapnya. Akhirnya setelah hampir
sampai ketempatku, ia hanya berlari kecil.
Lee Sang Rim’s pov
Sebenarnya tadi aku berteriak memanggil oppa ku hanyalah
bagian dari trik ku agar aku nanti terlihat tidak mati kutu didepannya. Aku pun
kemudian berjalan pelan menghampirinya.
“annyeong oppa” kataku
“ne, annyeong. Untuk apa kita kemari ? ini sudah malam.
Udara juga dingin.”
Aku tidak menjawab lagi apa yang ia katakan. Aku duduk tepat
disampingnya dan menatap langit. Aku menyadari ia sedang menatapku heran. Jujur
aku gugup. Sangat. Namun inilah waktunya. Memang terdengar aneh. Tapi tidak ada
pilihan lain.
“oppaa” panggilku.
“hmm ?” sahutnya. Untuk bebrapa saat, aku masih menatap
langit , mengamati bintang. Kemudian aku pun beralih pada matanya dan menatapnya
lekat.
“ oppa, sebenarnya sudah lama aku ingin mengatakan ini.
Namun aku belum berani. Dan sekarang kurasa waktu yang tepat. Mengingat kau telah
memberiku lampu hijau kemarin” jelasku berhasil membuatnya kebingungan. Ia
menatapku tak kalah lekat. Kurasa ia mencoba menerka setiap kata ku barusan
dalam otaknya.
“aku menyayangimu oppa” kataku to the point. Aku tak ingin
lagi basa basi dan membuatnya bingung. Langsung saja pada inti permasalahnya
saja. Ia tersenyum, memelukku, dan memebelai halus rambutku. Ditengah udara
kota seoul yang begitu dingin, aku hanya bisa merasakan hangat. Hangat berada
didalam dekapannya.
“aku juga sangat menyayangimu dongsaengku. Kau dongsaengku
yang paling manis” katanya. Kata2 nya barusan membuat nafasku tercekat. Tangan
yang tadi kulingkarkan pada punggungnya, kini terlepas begitu saja. Kurasakan
tubuhku melemas. Ia sedikit terkaget.
“wae ?” tanyanya polos. Aku tak bisa menjawab apapun.
Menatapnya tepat di pupil matanya dengan lekat, dan aku menemukan jawabannya.
Kini aku tahu, ia menyayangiku. Sangat menyayangiku. Sebagai dongsaengnya. Ya,
hanya sebagai dongsaengnya dan itu tidak akan berubah sampai kapanpun. Ia tidak
pernah memiliki perasaan lebih kepadaku. Membuatku hatiku begitu pilu, perih
dan menciut. Airmataku satu per satu jatuh membasahi pipiku. Airmata yang
pertama kali kuteteskan untuk seorang pria. Ia hanya menatapku lalu bingung.
“mengapa kau menangis Sang Rim ? apa aku salah bicara ?”
“oppa, jadi kau hanya menganggapku sebagai dongsaeng
kesayanganmu saja ?” tanyaku memastikannya. Aku tahu dan aku menginginkan
jawaban yang pasti yang keluar dari mulutnya. Ia tampak mengerti dan kini ia
memelukku lagi. Ia belum berkata apapun, aku tahu ia tidak ingin aku sakit
hati.
“aku mencintaimu oppa. Bukan hanya menyayangimu sebagai
oppa-ku. Jeongmal saranghae” kataku dengan nada terputus karena isak tangis dan nafas tercekat karena
dadaku yang begitu sesak.
Tak lama, ia melepaskan pelukannya.
“Lee Sang Rim, dengarkan aku. Aku menyayangimu. Sangat
menyayangimu sebagai dongsaengku. Aku akan selalu menjagamu dan menemanimu. Aku
ini, oppa mu. Mianhe, aku tidak bisa menjadi kekasihmu. Kau akan mendapatkan
yang lebih baik dariku.” Jelasnya tegas.
Aku tahu, secara tak langsung, ia telah menolakku. Hatiku
sakit. Sama seperti sebuah kulit yang ditusuk oleh anak panah tajam yang
ditembakkan dari seseorang yang kita anggap penting dalam hidup kita.
“tapi mengapa kau memberiku lampu hijau ? mengapa kau selalu
bertingkah seolah aku ini bagian yang terpenting dalam hidupmu. Padahal aku ini
hanya kau anggap sebagai dongsaengmu saja ? mengapa kau menciumku waktu itu ?
kelakuanmu membuatku salah sangka. Apa kau tahu itu, oppa? ini jauh lebih sakit
dari apapun!” bentakku padanya
Baiklah, kemarahan ku memuncak. Setiap orang tidak suka
mendengar penolakan bukan ? dan inilah yang terjadi padaku. Ditolak oleh orang
yang kucintai setahun terakhir ini. Ia hanya bisa setengah menunduk.
“Sang Rim ! kau ini memang bagian yang terpenting dalam
hidupku. Oleh sebab itu mengapa aku bertingkah seperti itu. Menjagamu,
membimbingmu, menemanimu. Aku tidak
ingin kau hilang dari kehidupanku. Kau adalah sesuatu yang berharga bagiku!
Mianhe jika aku bertindak tidak wajar padamu hingga membuatmu berpikir bahwa
aku mencintaimu. Dan untuk yang waktu itu, aku hanya tidak sadar aku melakukan
itu.”
Kalimat terkahir yang diucapkannya terdengar jauh lebih
rendah daripada kalimat awalnya. Tubuhku
seketika dingin. Udara seoul menusuk menembus kulitku dan membuat tulangku
ngilu. Aku memeluk diriku sendiri. Karena kami masih saling menatap, ia tiba2
memelukku dan dengan cepat aku mencoba melepaskan diri dari pelukannya. Sayang
sekali, aku tidak bisa lepas dari dekapannya. Ia terlalu kuat dan aku terlalu
lemas. Akhirnya aku hanya bisa menangis keras dan memukul dada bidangnya pelan.
Benar benar menusuk!
“aku menyayangimu Lee Sang Rim. Kau dongsaeng
kesayanganku.” Katanya serak.
“dongsaengeuroman saenggakhajima!” bentakku kasar.
Beberapa saat kemudian ia merenggangkan pelukannya dan aku
dapat melepaskannya. Aku segera berlari sekencang kencang nya meninggalkannya
sendiri.
“aku membencimu, Lee Hyuk Jae !” batinku bercampur dengan
isak tangis.
Lee Hyuk Jae’s pov
ya ampun ! mengapa harus seperti ini. Masalah satu saja
belum selesai malah datang lagi satu masalah. Hidup ini benar benar rumit. Aku
tidak tahu lagi harus bagaimana. Kepalaku serasa begitu ngilu dan hendak
meledak. Aku hanya bisa duduk menunduk menatap tanah. Menikamti udara dingin
seoul yang begitu menusuk tulang.
**
Lee Sang Rim’s pov
Keesokan harinya, aku berdiri dan berjalan perlahan menuju
cermin di ujung sana. Kulihat mataku. Bagaikan mata panda. Bahkan lebih parah
dari itu. Maatku sembab dan bengkak. Mungkin karena semalaman kemarin aku
menangis tak henti. Mengingat kejadian kemarin membuat kepalaku pening dan
dadaku terasa pilu. Lagi2 airmataku hendak menetes. Aku mencoba menahannya dan
secepat mungkin membasuh wajahku dengan air dingin. Aku tidak akan pergi kuliah
dengan wajah kacau seperti ini. Baiklah, aku menghela nafas. Mataku tak kunjung
reda. Segera kuambil sebongkah es batu dan kutempelkan pada kedua mataku yang
bengkak. Setelah 5 menit kudiamkan,
“sedikit lebih baik” batinku. Segera aku mandi dan berangkat
kuliah.
**
Menyusuri koridor yang sepi seorang diri memang selalu
menakutkan. Oleh karena itu aku selalu berangkat bersama lee hyu.... ahhh!
Lupakan nama itu. Aku membencinya. Aku tidak mau ia mengganggu pikiranku lagi.
Perasaan ku semalam belum sembuh total, jangan malah memikirkannya lg Sang Rim.
Baru saja aku membicarakannya dalam pikiranku, ia muncul. Aku hanya melewatu
nya dengan dingin. Tanpa menatapnya apalagi bertegur sapa. Sudah cukup untuk
semalam. Aku tidak mau lagi berhubungan dengannya. Ia, pria pertama yang
membuatku jatuh cinta sekaligus sakit hati. Benar2 paket hidup yang sempurna.
“Lee Sang Rim..” seseorang memanggilku dari belakang. Aku
menghentikan langkahku dan berbelok melihat siapa itu. Mataku sedikit
terbelalak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar