Kamis, 14 Juni 2012

Our Kiss part 2


Aku dan appa masih saling bertatapan sejenak. Beberapa detik selanjutnya appa tersadar dari lamunannya dan disusul denganku. Ya ampun, aku baru sadar bahwa sedari tadi bukan hanya ada aku dan appa. Tetapi juga orang lain. Aku melirik kedua pria itu. Yang satu seumuran ayahku dan yang satunya lagi... kurasaa.. siapa dia ? aku tidak mengenalnya.
“minseo-ah, perkenalkan ini teman appa dan ini anak nya.” Kata appa memperkenalkan padaku kedua pria itu.
 “annyeong, Ahn Minseo-imnida” kataku sambil membungkukkan badan 90 derajat.
“ne, annyeong” jawab pria tua itu.
Yang satunya lagi... aku menatapnya penuh selidik, aku menyadari sedari tadi ia menatapku dengan matanya yang tajam.
“annyeong. Leeteuk-imnida” Jawabnya singkat setelah sikutnya disenggol oleh appanya. Aku tersenyum tipis.
“appa, eomma mana ?” tanyaku
“dikamar. Kau pergilah temui dia” jawab appa
“ne”
Aku bergegas menuju kamar mencari eomma.
                                                •                             •                             •
“Sang Woo-ssi, apakah ia anakmu ?” tanya kerabat dari appanya Minseo.
“ne” jawab appa Minseo
“oh, dia baru pulang dari luar negri-kah ? penampilannya sangat menarik”
“ne. Ia baru kembali dari kanada”
“jinjjayo ?”
“ne.”
Leeteuk’s pov
Jinjjayo ? apakah itu dia ? aku hampir tak bisa mengenalinya. Mengapa ia menjadi berubah seperti itu ? terakhir kuingat.. eummm... aku lupa ya ampun ! ingatan otakku memang sangat buruk. Kejadian beberapa tahun silam saja aku sudah melupakannya.                
Pov’s end                           
•                             •                             •
Aku berjalan perlahan selangkah demi selangkah menuju salah atu ruang dirumah besarku. Aku hampir lupa, tapi aku tetap ingat dimana kamar eomma dan appa karena rumah ini sama sekali tak berubah. Aku mengetuk pintu pelan dan langsung ada yang menjawab dari dalam kamar.
“ne, masuklah”
Suara itu .. eomma, jeongmal bogoshipeo. Aku perlahan masuk dan eomma langsung melihatku. Aku langsung masuk dan memeluk eommaku spontan. Eomma sedang menangis, aku tahu itu. Aku tahu ia sangat merindukanku dan begitu juga denganku. Perasaan kalut yang selama ini kutahan karena sangat merindukan eomma akhirnya bisa terlepas juga. Beban dipundak dan perasaan sesak setiap malam yang selalu kurasakan setiap malam pada saat di kanada hilang sudah setelah melihat dan memeluk eomma. Menyadari bahwa eomma benar2 dihadapanku.
“minseo-ah, mengapa kau terlihat lebih kurus ? terakhir eomma melihatmu kau masih sebulat mantao yang eomma buat setiap hari” kata eomma menyadari aku kini sudah sangat berbeda dari dulu dan sembari meledekku.
“aniya eomma. Ini hanya terlalu capek dan jadwalku padat. Sudah, naneun gwenchanayo. Eomma tak perlu khawatir. eomma masih tampak muda” balaslku sambil meledeknya
“anii, eomma sudah tua. Terlalu tua untuk menunggumu kembali, darling” kata eomma memanggilku dengan panggilan kecilku. Aku hanya terkekeh geli dan mulai berbincang pada eomma.
Aku menceritakan semuanya pada eomma. Karirku sebagai entertainer, kehidupanku yang selalu disorot lensa kamera, teman, pergaulan, dan yang terkhir
“lantas, apa kau sudah memiliki namjachingu ?” tanya eomma sambil mengedipkan sebelah matanya menggodaku.
“molla. Jangan bicarakan namjachingu ah eomma.” Kataku berusaha mengelak ucapan eomma dan mengganti topik. Memang aneh rasanya, harusnya aku jujur pada eomma, namun hati kecilku enggan bercerita mengenai namjachingu pada eomma. Kurasa eomma akan tahu nanti, pada saat yang tepat.
“arraseo, ayo kita keluar, temui appa dan temannya” ajak eomma menarikku keluar dan aku mengikutnya. Aku dan eomma duduk tepat disamping appa. Aku mengulas senyuman tipis dibibir pada ahjussi itu. Mataku menangkap basah tatapan pria aneh itu. Sedari tadi ia memperhatikanku dengan matanya yang lumayan sipit. Aku menghiraukan dan tidak peduli padanya.
“Sang woo-ssi, kurasa kedua anak kita cocok” kata ahjussi tiba2 membuatku membulatkan mataku tak percaya. Apa maksudnya ?  appa ku hanya tertawa tanpa membalas ucapan ahjussi tadi.
**
“Minseo..”
Appa memanggilku untuk masuk ke ruang kerjanya. Aku masuk dengan tak bersuara menatap appa yang membelakangiku dan ia sedang memandang keluar jendela.
“ne oppa ? ada apa ?” tanyaku..
Ia membalikkan kursi nya menatapku. Aku sangat kikuk dan kaku. Benar2 canggung. Aku duduk dikursi depan mejanya dan mulai menatap appa penuh arti, memandang pupil matanya mencoba menebak teka teki mengapa appa memanggilku kemari dan sepertinya ia ingin berbicara empat mata denganku.
“appa tahu semuanya. Hanya satu pertanyaan appa, apa kau bahagia dengan kehidupanmu ?” tanya appa hati2 dan membuatku membeku. Aku harus menjawab apa ? aku tidak tahu. Apa yang akan appa katakan apabila aku jawab iya ataupun tidak. apakah ia akan kembali menentang keinginan dan impianku ? apakah ia akan mencegahku kembali ke kanada ? beribu pertanya berkecamuk dipikiranku membuat aku tersesak.
“ne, aku bahagia dengan hidupku sekarang appa” jawabku. Apa yang barusan aku katakan? Sungguh aku tak sadar telah mengatakan ini. otakku ? apa yang kau lakukan ? mengapa mulutku berbicara seperti itu ?
Kusadari appa berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekatiku. Kemudian memegang kedua pundakku dan menatapku dalam, aku hanya menatapnya kosong mencoba mencari seberkas saja clue tentang apa yang akan ia katakan setelah ini.
“mianhe. Maafkan appa tidak pernah mendukungmu untuk meraih impianmu. Maafkan appa yang selalu memaksamu untuk melakukan hal yang tidka pernah kau sukai. Kini appa sadar, kau memang ditakdirnya kesana. Ke jalan yang yang telah kau pilih dengan tepat. Kini appa percaya padamu, kau sudah membuktikannya sendiri. Appa mendukungmu, lanjutkan hidupmu dengan baik dan lakukan apa yang memang menurutmu baik untuk dirimu.” Jelas appa membuatku terkejut. Lagi2 perasaan itu.. memang bukan perasaan haru, sebuah perasaan yang bahkan tak bisa diungkapkan kedalam kata. Semuanya hanya bisa diungkap dengan airmata. Aku memeluk appa erat.
“ne appa. Gomawoyo. Mianhe telah menjadi anak yang durhaka, tidak pernah mengikuti kemauanmu dan selalu bertindak sesuai dengan keinginanku”
“ani, appa yang salah. Appa tidak pernah melihat dirimu yang sesungguhnya. Appa terlalu sibuk bekerja hingga melupakan semuanya termasuk kau Minseo”
Aku tak membalas ucapan appa lagi, aku memeluknya semakin erat.
“aku menyayangimu, appa” bisikku lembut bagai seorang anak kecil yang sangat akrab dengan ayahnya sendiri. Appa tidak menjawab, namun aku tahu ia juga sangat menyayangiku bahkan melebihi apapun. Ia hanya tak bisa menunjukkannya, namun sekarang aku tahu appa akan melukiskan perasaan sayangnya padaku dengan mendukungku atas apa yang akan kulakukan.
**
 
Hari ini aku dan eomma akan berjalan-jalan mengelilingi kota seoul. Kota yang sangat amat kurindukan ini. kota kelahiranku. Kota dimana aku dibesarkan.
“eomma, aku hampir lupa dengan kota seoul. Sudah sepuluh tahun aku meninggalkannya”
“tentu saja, siapa suruh tidak mau kembali, sekarang seoul banyak berubah, tidak seperti dulu lagi. Kini seoul telah jauh berubah menjadi sebuah kota metropolitan yang sangat modern.” Jelas eomma.
Aku mengangguk dan masih memperhatikan setiap inci dari jalanan kota seoul. Hingga pandanganku tiba2 melayang kemana2 setelah melihat sebuah tempat di ujung pojok seoul. Aku tampak mengenalinya, namun itu samar2. Aku tak bisa mengingatnya, yang jelas itu tak asing bagiku. Membuatku berpikir keras ada hubungan apa diriku pada tempat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar